Jumat, 21 Oktober 2011

Kisah Ummu Fadhal

Nama lengkapnya adalah Lubabah binti al-Harits bin Huzn bin Bajir bin Hilaliyah. Beliau adalah Lubabah al-Kubra, ia dikenal dengan kuniyahnya (Ummu Fadhl). Ummu Fadhl adalah salah satu dari empat wanita yang dinyatakan keimanannya oleh Rasulullah saw. Keempat wanita tersebut adalah Maimunah, Ummu Fadhl, Asma’ dan Salma.

Adapun Maimunah adalah Ummul Mukminin ra, saudara kandung dari Ummu Fadhl. Adapun Asma’ dan Salma adalah kedua saudarinya dari jalan ayahnya, sebab keduanya adalah putri dari ‘Umais.

Ummu Fadhl ra adalah istri dari Abbas, pamanda Rasulullah saw dan ibu dari enam orang yang mulia, pandai dan belum ada seorangwanita pun yang melahirkan laki-laki semisal mereka. Mereka adalah Fadhl, Abdullah al-Faqih, Ubaidullah al-Faqih, Ma’bad, Qatsam, dan Abdurrahman. Tentang Ummu Fadhl ini, Abdullah bin Yazid berkata, “Tiada seorang wanita pun yang melahirkan orang-orang terkemuka yang aku lihat sebagaimana enam putra Ummu Fadhl, putra dari dua orang tua yang mulia, pamanda Nabiyul Mushthafa yang mulia, penutup para rasul dan sebaik-baik rasul.”

Ummu Fadhl ra masuk Islam sebelum hijrah, beliau adalah wanita pertama yang masuk Islam setelah Khadijah (Ummul Mukminin ra), sebagaimana dituturkan oleh putra beliau Abdullah bin Abbas, “Aku dan ibuku adalah termasuk orang-orang yang tertindas dari wanita dan anak-anak.”

Ummu Fadhal termasuk wanita yang berkedudukan tinggi dan mulia di kalangan para wanita. Rasulullah saw terkadang mengunjungi beliau dan terkadang tidur siang di rumahnya.
Ummu Fadhal adalah seorang wanita yang pemberani dan beriman yang memerangi Abu Lahab (si musuh Allah) dan membunuhnya. Diriwayatkan oleh Ibnu Ishak dari Ikrimah berkata, “Abu Rafi’ budak Rasulullah saw berkata, ‘Aku pernah menjadi budak Abbas, ketika Islam datang, maka Abbas masuk Islam yang kemudian disusul oleh Ummu Fadhal, namun Abbas masih disegani terhadap kaumnya.

Abu Lahab tidak dapat menyertai Perang Badar dan mewakilkannya kepada Ash bin Hisyam bin Mughirah, begitulah kebiasaan mereka manakala tidak dapat mengikuti suatu peperangan, maka dia mewakilkannya kepada orang lain. Tatkala datang kabar tentang musibah yang menimpa orang-orang Quraisy pada perang Badar yang mana Allah telah menghinakan dan merendahkan Abu Lahab. Adapun kami merasakan adanya kekuatan dan ‘izzah pada diri kami.

Aku adalah seorang laki-laki yang lemah, aku bekerja membuat gelas yang aku pahat di bebatuan sekitar zam-zam, demi Allah suatu ketika aku duduk sedangkan di dekatku ada Ummu Fadhal yang sedang duduk, sebelumnya kami berjalan, namun tidak ada kebaikan yang sampai kepada kami, tiba-tiba datanglah Abu Lahab dengan berlari, kemudian duduk, tatkala dia duduk tiba-tiba orang-orang berkata, ‘Ini dia Abu Sufyan bin Harits telah datang dari Badar’. Abu Lahab berkata, ‘Datanglah ke mari, sungguh aku menanti beritamu’.

Kemudian duduklah Abu Jahal dan orang-orang berdiri mengerumuni di sekitarnya. Berkatalah Abu Lahab, ‘Wahai putra saudaraku beritakanlah kepadaku bagaimana keadaan manusia (dalam perang Badar)?’ Abu Sufyan berkata, ‘Demi Allah, tatkala kami menjumpai mereka, tiba-tiba mereka tidak henti-hentinya menyerang pasukan kami, mereka memerangi kami sesuka mereka dan mereka menawan kami sesuka hati mereka. Demi Allah, sekalipun demikian, tatkala aku menghimpun pasukan, kami melihat ada sekelompok laki-laki yang berkuda hitam-putih berada di tengah-tengah manusia, demi Allah mereka tidak menginjakkan kakinya di tanah’.”

Abu Rafi’ berkata, “Aku mengangkat batu yang berada di tanganku, kemudian aku berkata, demi Allah itu adalah malaikat. Tiba-tiba Abu Lahab mengepalkan tangannya dan memukul aku dengan pukulan yang keras, maka aku telah membuatnya marah, kemudian dia menarikku dan membantingku ke tanah, selanjutnya dia dudukkan aku dan memukuli aku sedangkan aku adalah laki-laki yang lemah. Tiba-tiba berdirilah Ummu Fadhal mengambil sebuah tiang dari batu kemudian beliau pukulkan dengan keras mengenai kepala Abu Lahab sehingga melukainya dengan parah. Ummu Fadhal berkata, ‘Saya telah melemahkannya sehingga jatuhlah kredibilitasnya’.”

Kemudian bangunlah Abu Lahab dalam keadaan terhina, demi Allah dia tidak hidup setelah itu melainkan hanya tujuh malam hingga Allah menimpakan kepadanya penyakit bisul yang menyebabkan kematiannya.

Begitulah perlakuan seorang wanita muslimah yang pemberani terhadap musuh Allah sehingga gugurlah kesombongannya dan merosotlah kehormatannya karena ternoda. Alangkah bangganya sejarah Islam yang mencatat Ummu Fadhal ra sebagai teladan bagi para wanita yang dibina oleh Islam.

Ibnu Sa’ad menyebutkan di dalam Thabaqat al-Kubraa bahwa Ummu Fadhal suatu hari bermimpi dengan suatu mimpi yang menakjubkan, sehingga ia bersegera untuk mengadukannya kepada Rasulullah saw, ia berkata, “Wahai Rasulullah, saya bermimpi seolah-olah sebagian tubuhmu berada di rumahku.” Rasulullah saw bersabda, “Mimpimu bagus, kelak Fathimah melahirkan seorang anak laki-laki yang nanti akan engkau susui dengan susu yang engkau berikan buat anakmu (Qatsam).”

Ummu Fadhal keluar dengan membawa kegembiraan karena berita tersebut, dan tidak berselang lama Fathimah melahirkan Hasan bin Ali ra yang kemudian diasuh oleh Ummu Fadhal.

Ummu Fadhal berkata, “Suatu ketika aku mendatangi Rasulullah saw ra dengan membawa bayi tersebut, maka Rasulullah saw segera menggendong dan mencium bayi tersebut, namun tiba-tiba bayi tersebut mengencingi Rasulullah saw, lalu beliau bersabda, “Wahai Ummu Fadhal, peganglah anakku ini, karena dia telah mengencingiku.”

Ummu Fadhal berkata, “Maka aku ambil bayi tersebut dan aku cubit dia sehingga dia menangis.”Aku berkata, “Engkau telah menyusahkan Rasulullah saw, karena engkau telah mengencinginya.”Tatkala melihat bayi tersebut menangis, Rasulullah saw bersabda, “Wahai Ummu Fadhal, justru engkau telah menyusahkanku, karena engkau membuat anakku menangis.” Kemudian, Rasulullah saw meminta air lalu beliau percikkan ke tempat yang terkena air kencing tersebut, kemudian bersabda, “Jika bayi laki-laki, maka percikilah air, akan tetapi apabila bayi itu wanita maka cucilah.”

Di dalam riwayat yang lain, Ummu Fadhal berkata, “Lepaslah sarung Anda dan pakailah baju yang lain agar aku dapat mencucinya.” Namun, Nabi saw bersabda, “Yang dicuci hanyalah air kencing bayi wanita dan cukuplah diperciki dengan air apabila terkena air kencing bayi laki-laki.”

Di sisi yang lain, Ummu Fadhal ra mempelajari hadis Nabawi dari Rasulullah saw dan beliau meriwayatkan sebanyak tiga puluh hadis. Adapun yang meriwayatkan dari beliau adalah Abdullah bin Abbas (Ibnu Abbas), Tamam (yakni budaknya), Anas bin Malik dan yang lain.
Di antara peristiwa yang mengesankan Ummu Fadhal (Lubabah binti al-Harits) ra adalah tatkala banyak orang yang bertanya kepadabeliau mengenai hari Arafah, apakah Rasulullah saw berpuasa atau tidak? Untuk menghilangkan problem yang menimpa kaum muslimin tersebut, beliau dengan kebijakannya memanggil salah seorang anaknya kemudian menyuruhnya agar mengirimkan segelas susu kepada Rasulullah saw yang sedang berada di Arafah. Kemudian tatkala dia menemukan Nabi saw dengan dilihat oleh semua orang, beliau menerima segelas susu tersebut kemudian meminumnya.

Kemudian, wafatlah Ummu Fadhal pada masa khilafah Utsman bin Affan ra setelah meninggalkan untuk kita contoh yang baik yang patut ditiru sebagai ibu yang shalihah yang telah melahirkan tokoh semisal Abdullah bin Abbas, tokoh ulama umat ini dan Turjumanul Qur’an (pakar dalam hal tafsir Alquran). Demikian pula, beliau telah memberikan contoh yang terbaik bagi kita dalam hal kepahlawanan yang memancar dari akidah yang benar yang muncul darinya keberanian yang mampu menjatuhkan musuh Allah yang paling keras permusuhannya (yakni Abu Lahab).

Sumber: Nisaa’ Haular Rasuuli, Mahmud Mahdi al-Istanbuli dan Mushthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi

Referensi:  



Catatan



Tidak ada komentar:

Posting Komentar